Tragedi Sritex: Terjerat Utang, Dinyatakan Pailit, dan Bos Ditangkap
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal dengan Sritex, salah satu raksasa tekstil nasional, kini tengah berada dalam sorotan publik akibat nasib tragis yang menimpanya. Perusahaan yang dulunya berjaya di pasar domestik dan internasional itu kini dinyatakan pailit dan harus menghadapi proses hukum menyusul penangkapan salah satu bos utamanya.

Tragedi keuangan ini berawal dari krisis likuiditas yang melanda Sritex dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, itu diketahui menanggung beban utang triliunan rupiah kepada sejumlah kreditur dalam dan luar negeri. Kegagalan membayar kewajiban utang membuat Sritex digugat pailit oleh para krediturnya.
Setelah melalui proses persidangan, Pengadilan Niaga akhirnya mengabulkan permohonan pailit terhadap Sritex. Status ini secara resmi mencabut kendali perusahaan dari manajemen dan menyerahkannya kepada kurator untuk menyelesaikan kewajiban utang kepada para kreditur. Pailitnya Sritex menjadi pukulan telak bagi industri tekstil nasional yang sebelumnya menganggap perusahaan ini sebagai salah satu ikon keberhasilan manufaktur Indonesia.
Namun tragedi tidak berhenti di situ. Kejaksaan Agung RI baru-baru ini menetapkan dan menangkap salah satu petinggi Sritex terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Penyidik menemukan sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan, termasuk indikasi pengalihan aset dan transaksi fiktif yang diduga digunakan untuk menutupi krisis internal perusahaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung menyebut bahwa penyidikan masih berlangsung, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Kejagung juga menyoroti fakta bahwa dalam waktu relatif singkat, Sritex yang sebelumnya mencatatkan keuntungan tiba-tiba mengalami kerugian besar, sesuatu yang dianggap tidak wajar.
Runtuhnya Sritex memberikan dampak luas, termasuk ribuan karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan, mata rantai industri tekstil yang terganggu, serta kepercayaan investor terhadap tata kelola perusahaan tekstil nasional yang merosot tajam.
Kini, Sritex menjadi contoh nyata bagaimana perusahaan besar sekalipun tidak kebal dari kehancuran jika tata kelola dan manajemen keuangan tidak dijalankan dengan transparan dan akuntabel. Tragedi ini menyisakan pelajaran pahit bagi dunia usaha di Indonesia, bahwa integritas dan profesionalisme adalah fondasi utama yang tak boleh diabaikan.