Eko Patrio Buka Suara Usai Dihujat karena Joget dan Parodi Sound Horeg
Politikus sekaligus komedian Eko Patrio tengah menjadi sorotan publik setelah aksinya berjoget di Sidang Tahunan MPR dan membuat video parodi bertema “sound horeg” menuai kritik tajam dari masyarakat. Menanggapi kontroversi tersebut, Eko akhirnya buka suara dan memberikan klarifikasi atas dua momen yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.

🕺 Joget di Sidang Tahunan: Spontanitas atau Ketidaksensitifan?
Video yang memperlihatkan sejumlah anggota DPR, termasuk Eko Patrio, berjoget di sela Sidang Tahunan MPR RI viral di media sosial. Publik mempertanyakan empati para wakil rakyat, terutama di tengah situasi ekonomi yang menantang. Namun, Eko menjelaskan bahwa momen tersebut terjadi setelah sidang resmi berakhir dan merupakan bentuk apresiasi terhadap penampilan orkestra dari Universitas Pertahanan.
“Lagu-lagu itu dimainkan untuk menutup acara, dan kami sebagai anggota DPR spontan ikut bernyanyi dan bergoyang menikmati suasananya,” ujar Eko.
🎧 Parodi Sound Horeg: Konten Hiburan yang Disalahpahami?
Tak lama setelah video joget viral, Eko mengunggah video parodi di media sosial yang menampilkan dirinya berperan sebagai DJ dengan latar musik “sound horeg.” Aksi tersebut justru memperkeruh suasana, karena dianggap sebagai bentuk sindiran terhadap kritik publik.
Eko membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa video itu dibuat dalam rangka pembubaran panitia 17 Agustus di internal partai, bukan sebagai respons sarkastik.
“Itu dalam acara pembubaran panitia 17 Agustusan, setelah kerja mereka mempersiapkan acara hampir satu bulan,” jelasnya.
🙏 Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Menyadari bahwa kontennya telah menimbulkan keresahan, Eko Patrio menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia menegaskan tidak memiliki niat buruk atau ingin menantang publik.
“Seandainya ada yang bagaimana-bagaimana, ya saya sebagai pribadi minta maaf,” ucapnya dengan nada serius.
Kontroversi ini menjadi pengingat bahwa publik kini semakin kritis terhadap perilaku para pejabat, terutama di ruang-ruang yang dianggap sakral seperti parlemen. Meski Eko telah memberikan klarifikasi, peristiwa ini membuka diskusi lebih luas tentang etika, empati, dan komunikasi publik di era digital.