Purbaya Minta Maaf Usai Tanggapi Tuntutan 17+8 Secara Enteng
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya menyampaikan permintaan maaf kepada publik setelah pernyataannya soal tuntutan 17+8 menuai kritik luas. Dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2025), Purbaya mengakui bahwa respons awalnya terhadap aspirasi masyarakat terkesan meremehkan dan tidak empatik.

🗣️ Pernyataan yang Menjadi Sorotan
Sebelumnya, Purbaya menyebut bahwa tuntutan 17+8—yang berisi poin-poin desakan dari masyarakat sipil terkait isu ekonomi dan ketenagakerjaan—hanya berasal dari “sebagian kecil rakyat.” Ia juga mengatakan bahwa jika ekonomi tumbuh hingga 6–7%, maka masyarakat akan sibuk bekerja dan tidak lagi turun ke jalan untuk berdemo.
Pernyataan tersebut langsung viral di media sosial dan memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan aktivis. Banyak yang menilai komentar itu menunjukkan kurangnya sensitivitas terhadap kondisi masyarakat yang terdampak langsung oleh tekanan ekonomi.
🙏 Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Menanggapi kritik tersebut, Purbaya merevisi ucapannya dan menjelaskan bahwa maksudnya bukan untuk mengecilkan suara rakyat. “Bukan sebagian kecil. Maksudnya begini, ketika ekonomi agak tertekan, kebanyakan masyarakat yang merasa susah. Mungkin sebagian besar kalau sudah sampai turun ke jalan,” ujarnya.
Ia juga mengakui bahwa sebagai pejabat baru, dirinya masih dalam proses adaptasi. “Saya menteri kagetan,” kata Purbaya, merujuk pada gaya komunikasinya yang dinilai spontan dan belum sepenuhnya terukur. Ia bahkan menyebut gaya bicaranya sebagai “koboi,” mengutip candaan dari mantan Menkeu Sri Mulyani.
🔄 Komitmen untuk Perbaikan
Purbaya berjanji akan memperbaiki komunikasi publiknya dan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan. Ia juga menyatakan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lebih banyak lapangan kerja sebagai respons konkret terhadap tuntutan masyarakat.
“Saya akan belajar dan meminta petunjuk dari Bu Sri Mulyani agar kebijakan fiskal kita bisa semakin baik,” tuturnya.
Tuntutan 17+8 sendiri mencakup 17 poin jangka pendek dan 8 poin jangka panjang, termasuk isu upah layak, perlindungan pekerja, dan reformasi kebijakan ekonomi. Gerakan ini menjadi simbol keresahan publik terhadap ketimpangan dan stagnasi ekonomi yang dirasakan di berbagai lapisan masyarakat.