Warga Bekasi Akui Dapat Rp265.000 Setelah Jual Data Retina ke WorldID
Seorang warga Bekasi mengaku menerima uang sebesar Rp265.000 setelah menyerahkan data retina matanya kepada WorldID, bagian dari proyek identitas digital berbasis teknologi blockchain yang dijalankan oleh Worldcoin. Pengakuan ini memicu perhatian publik terhadap praktik pengumpulan data biometrik dan imbalan yang ditawarkan.

Proses pengambilan data dilakukan menggunakan alat pemindai khusus bernama “Orb”, yang ditempatkan di sejumlah titik strategis, termasuk di pusat perbelanjaan dan area publik. Alat ini memindai iris mata pengguna untuk menghasilkan identitas digital unik yang diklaim aman dan terenkripsi.
Warga yang mengikuti program ini mengaku tidak mengalami proses yang rumit. “Saya datang, antre sebentar, lalu dipindai retina mata. Setelah itu langsung dapat saldo Worldcoin yang kalau diuangkan sekitar Rp265.000,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
WorldID, bagian dari inisiatif yang didukung oleh perusahaan teknologi yang berbasis di luar negeri, mengklaim bahwa program ini bertujuan menciptakan identitas digital global yang unik, aman, dan tidak bisa dipalsukan. Proyek ini menyasar warga di berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai bagian dari perluasan ekosistem digital mereka.
Namun, meski banyak warga tertarik karena imbalan uang tunai, sejumlah pihak mempertanyakan keamanan dan etika dari penukaran data biometrik dengan imbalan finansial. Pakar keamanan siber dan privasi menilai masyarakat perlu lebih memahami risiko jangka panjang dari penyerahan data sensitif seperti biometrik mata.
“Data retina bukan seperti kata sandi yang bisa diganti. Sekali bocor, dampaknya bisa permanen,” kata seorang pakar privasi digital.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan akan menelusuri aktivitas WorldID di Indonesia untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi yang berlaku.
Kasus ini membuka diskusi publik yang lebih luas soal kesadaran digital dan nilai data pribadi di era teknologi. Meski uang tunai mungkin terlihat menggiurkan, warga diimbau untuk tetap kritis dan memahami konsekuensi dari setiap persetujuan yang diberikan dalam dunia digital.