Netanyahu Murka Usai Serangan Rudal Iran Hantam Rumah Sakit di Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meluapkan kemarahan setelah salah satu rudal yang diluncurkan Iran menghantam sebuah rumah sakit di wilayah utara Israel. Insiden ini memperkeruh ketegangan antara kedua negara yang belakangan makin memanas.

Rumah Sakit Rusak, Korban Luka Dilaporkan
Serangan rudal tersebut terjadi pada Rabu malam waktu setempat. Rudal menghantam bagian luar fasilitas medis di kota perbatasan Kiryat Shmona, menyebabkan kerusakan serius pada bangunan dan sejumlah kendaraan di area sekitar. Otoritas setempat melaporkan sedikitnya lima orang mengalami luka ringan akibat puing dan ledakan.
Meski tidak ada korban jiwa, pemerintah Israel menilai serangan ini sebagai “eskalasi berbahaya” yang menyasar fasilitas sipil yang seharusnya dilindungi dalam konflik bersenjata.
Netanyahu Geram: “Ini Tindakan Tak Termaafkan”
Dalam pernyataan resminya, Netanyahu mengecam keras serangan tersebut dan menuduh Iran secara terang-terangan menyerang warga sipil. “Menyerang rumah sakit adalah tindakan tak termaafkan. Kami tidak akan tinggal diam. Israel akan merespons dengan kekuatan penuh,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa Israel saat ini sedang menilai semua opsi, termasuk tindakan militer lanjutan. Netanyahu mendesak komunitas internasional untuk bersuara dan menekan Iran agar menghentikan provokasi.
Iran Belum Beri Tanggapan
Hingga artikel ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Iran mengenai insiden tersebut. Namun sebelumnya, Teheran menyatakan bahwa semua serangan mereka ditujukan kepada instalasi militer Israel sebagai bentuk “resistensi terhadap agresi”.
Situasi Regional Memanas
Serangan ini merupakan bagian dari rentetan ketegangan yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Bentrokan antara pasukan Israel dan kelompok pro-Iran di perbatasan Lebanon serta serangan drone dan rudal lintas wilayah telah membuat situasi di Timur Tengah makin tidak stabil.
Masyarakat internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, menyerukan deeskalasi dan menghentikan aksi-aksi yang menargetkan fasilitas sipil. Beberapa negara juga menawarkan diri sebagai mediator untuk meredakan konflik.