PM Israel Netanyahu Tegaskan Penolakan terhadap Pembentukan Negara Palestina
Tel Aviv, 19 Januari 2024 β Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari skenario pascaperang di Gaza. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers nasional yang disiarkan langsung, mempertegas posisi Israel di tengah tekanan internasional untuk mengakhiri konflik dan membuka jalan bagi solusi dua negara.

π£οΈ Pernyataan Tegas Netanyahu
Dalam konferensi pers tersebut, Netanyahu menegaskan bahwa Israel harus tetap memiliki kendali penuh atas keamanan di seluruh wilayah barat Sungai Yordan. βDalam pengaturan apa pun di masa depan… Israel memerlukan kendali keamanan atas seluruh wilayah di sebelah barat Sungai Yordan,β ujarnya. Ia menambahkan bahwa hal ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan Palestina, namun menurutnya merupakan kebutuhan mutlak bagi keamanan Israel.
Netanyahu juga menyampaikan bahwa ia telah menyampaikan sikap ini secara langsung kepada para pejabat Amerika Serikat, menegaskan bahwa perdana menteri βharus mampu mengatakan tidak kepada teman-teman kita,β merujuk pada tekanan dari sekutu utama Israel.
π Reaksi Internasional
Pernyataan Netanyahu memicu respons dari Amerika Serikat. Penasihat Keamanan Nasional AS, John Kirby, menyatakan bahwa tidak akan ada pendudukan kembali di Gaza setelah perang, dan menekankan bahwa AS tetap berkomitmen pada solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian jangka panjang.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, juga menekankan bahwa pembentukan negara Palestina adalah bagian penting dalam membangun kembali Gaza dan menciptakan stabilitas regional. Ia menyebut bahwa negara-negara di kawasan siap memberikan jaminan keamanan untuk mendukung proses tersebut.
π Implikasi Politik
Penolakan Netanyahu terhadap negara Palestina memperdalam jurang antara Israel dan komunitas internasional yang mendorong solusi damai. Di tengah perang yang masih berlangsung di Gaza, pernyataan ini menandai arah kebijakan Israel yang semakin keras dan menutup peluang diplomatik yang selama ini diupayakan melalui berbagai forum internasional.